Sabtu, 21 Oktober 2017

Nilai Jelek Bukanlah Akhir dari Segalanya

Nilai Jelek Bukanlah Akhir dari Segalanya
Semua orang pasti pernah mendapatkan nilai jelek, hal itu sangat menyakitkan. Mengapa seorang anak ketika belajar di rumah bisa, diberi soal lebih susah daripada di sekolah juga bisa, bahkan waktu di tempat les dia diberi latihan soal yang banyak juga bisa, meskipun soalnya lebih sulit juga bisa, tetapi ketika ulangan tiba-tiba nilainya jelek. Apa penyebabnya? Mungkin salah satu penyebabnya adalah ketidaktelitian dan terlalu percaya diri. Dalam konteks ini, percaya diri yang dimaksud adalah terlalu yakin dengan jawabannya, sehingga tidak dikoreksi kembali, saat sebelum dikumpulkan kepada guru atau dosen.
           Sebenarnya banyak hal yang menyebabkan seorang remaja mendapatkan nilai buruk. Tetapi, yang dapat merubah nilai mereka hanyalah diri mereka sendiri. Apakah mereka tetap ingin bermalas malasan atau mereka ingin berjuangan dan memetik hasil yang baik. Semua keputusan ada di tangan mereka sendiri.
           Adapun faktor yang membuat siswa mendapatkan nilai jelek, yaitu :

  1. Sedang memiliki masalah keluarga.
  2. Tidak pernah mencatat dan mendengarkan materi yang dijelaskan oleh guru atau dosen.
  3.  Malas belajar.
           Adapun tips saat menghadapi nilai jelek, sebagai berikut :
  1.  Jangan panik.
  2. Konsultasikan ke guru ataupun ke teman.
  3. Perbaikan nilai.
  4. Mulailah belajar lebih efektif.

Kemampuan Anak Cerdas Namun Memiliki Sifat yang Mudah Emosi

Kemampuan Anak Cerdas Namun Memiliki Sifat yang Mudah Emosi
            Anak yang cerdas sering disebut juga anak yang berbakat. Anak yang berbakat memiliki kemampuan intelektual/taraf intelegensi yang tinggi menurut skala Intelegensi Wechsler. Anak yang cerdas memiliki taraf intelegensi yang lebih dari 130.
     Pada dasarnya anak yang memiliki kemampuan yang cerdas cenderung memfokuskan diri untuk belajar. Namun ada juga anak yang mudah emosi, yang lebih memilih apa yang menurutnya benar, namun belum tentu kebenarannya. Namun dengan begitu setiap anak memiliki fase-fase tertentu, yang mungkin menurut orang lain yang melihatnya seperti hal yang tidak masuk akal.
         Anak yang mudah emosi, tidak bisa dikatakan cerdas. Apabila anak tersebut tidak bisa mengontrol emosi, mengamuk, mudah tersinggung hal sepele yang menjadi besar, mengganggu temannya, dan membuat kegaduhan di kelas, maka hal ini dapat mempengaruhi siswa-siswa lainnya.
Dalam hal ini, peran guru sangatlah penting dalam mengatasi anak yag cerdas namun memiliki emosi yang sangat tinggi. Adapun cara yang dapat dilakukan oleh guru untuk meredam emosi siswanya ketika ia sedang meluapkan emosinya, yaitu :
1.      Jalin komunikasi yang baik antara guru dan siswa
2.      Memeluknya
3.      Memberikan larangan yang logis
Oleh sebab itu, dalam hal ini guru dan orang tua sangat berperan penting. Dan pihak sekolah juga perlu memberikan tindakan tegas, agar anak tersebut tidak mengulang perilaku seperti itu lagi.

Rendahnya Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika

Rendahnya Minat Siswa Terhadap Pembelajaran Matematika
          Minat merupakan salah satu kunci utama untuk memperlancar dan mengarahkan siswa dalam mempelajari sesuatu. Matematika adalah satu komponen dalam kurikulum, yaitu merupakan salah satu disiplin ilmu, dapat meningkatkan kemampuan berpikir dan berargumentasi. Banyak siswa yang kurang senang belajar matematika, karena menurut mereka matematika sangat menakutkan, sehingga pemikiran “matematika menakutkan” inilah yang membuat matematika kurang diminati oleh siswa SD-SMA. Lalu ada juga yang beranggapan bahwa matematika itu merupakan pelajaran yang menguras otak. Bagaimana tidak, matematika adalah pelajaran yang berhubungan dengan angka dan berhitung.
Mengapa matematika itu susah? Mengapa banyak siswa yang tidak minat untuk mempelajari matematika? Sebetulnya, minat dapat ditingkatkan intensitasnya dengan bantuan lingkungan sekitarnya, yaitu oleh orang tua, guru dan teman sebaya, sekolah, dan konselor. Untuk meningkatkan hasrat berprestasi dalam dunia pendidikan dapat ditempuh dengan meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap orang tua serta guru dalam menciptakan iklim berprestasi dirumah maupun di Sekolah.
Adapun faktor yang mempengaruhi minat anak untuk belajar matematika masih rendah, diantaranya yaitu :
1.      Daya ingat siswa sangat terbatas
2.  Kemampuan berfikir rasional siswa sangat lemah dalam mengerjakan soal-soal  matematika
3.      Variasi strategi dalam pembelajaran masih kurang
4.      Tidak tahu tujuan dan manfaat mempelajari matematika
5.      Sikap guru yang kurang mendukung dalam membangkitkan minat belajar siswa
Hal yang terpenting perlu dilakukan untuk membuat anak menyenangi pelajaran berhitung adalah dengan menunjukkan kepada anak penggunaan matematika yang sangat sering dijumpai dikehidupan sehari-hari. Misalnya, mengukur tinggi badan, menghitung uang, angka pada jam digital di rumah, dan lain sebagainya. Dalam hal ini, guru juga harus bisa mengajar dengan metode-metode yang lebih variatif dan menyenangkan, agar menarik minat siswa dalam pembelajaran matematika.
Membuat anak menyukai matematika merupakan tugas orang tua dan guru. Dalam hal ini, guru dan orang tua harus bisa menumbuhkan motivasi anak untuk belajar matematika.
Adapun upaya yang dapat dilakukan guru dan orang tua, dalam memotivasi anak dalam pembelajaran matematika, yaitu :
1.      Kenali karakteristik anak
2.      Tanamkan cara pandang yang positif tentang manfaat belajar
3.      Ubah perspektif anak bahwa belajar itu tidak sulit

Antara Gaji dan Kinerja dalam Mengajar

Antara Gaji dan Kinerja dalam Mengajar
Semakin banyaknya sekolah – sekolah yang ada di Indonesia membuat banyakanya orang yang ingin menjadi guru. Entah guru SD ataupun guru – guru kebidangan lainnya. Selain guru honorer banyak juga guru yang sudah menjadi Pegawai Negeri Sipil atau PNS, hal ini membuktikan banyaknya sekolah yang ada diindonesia. Namun upah atau gaji yang diterima oleh guru honerer atau yang sudah PNS berbeda, guru yang sudah mendapatkan sertifikasi mendapatkan gaji yang cukup besar dibandingkan guru honorer. Tapi apakah gaji yang mereka terima sesuai dengan apa yang mereka kerjakan ? apakah sesuai dengan apa yang mereka berikan kepada muridnya ?
Banyak yang mengatakan menjadi seorang guru adalah pekerjaan yang sangat santai dan bebas. Memang, karena selain waktunya yang di jam sesuai dengan mata pelajarannya dan setiap tidak setiap haripun tidak harus kesekolah, karena sudah ada jadwal pelajarannya yang tidak setiap hari pelajarannya itu – itu saja. Tapi beberapa guru sekarang malah memanfaatkan kesempatan ini. Mereka kadang menggunakan waktu mengajar mereka untuk keluar kelas, anak – anak hanya disuruh membaca dan mengerjakan soal yang sudah ada di buku paket atau di LKS. Jadi guru memberikan kesempatan anak – anak untuk bermain di waktu jam belajar. Ini menguntungkan bagi para guru. Mereka hanya datang beberapa menit kekelas, memberi tugas, lalu pergi keluar kelas. Kinerjanya tidak sebanding dengan gaji yang mereka terima selama ini.
Lalu mengapa harus ada sertifikasi jika kinerja para guru saja masih seperti itu? Dalam hal ini, memberikan keuntungan kepada pihak – pihak guru yang jarang masuk kedalam kelas untuk memberikan materi. Akan tetapi, tidak semua guru di Indonesia seperti itu, banyak guru-guru yang professional dalam mengajar, yang tidak hanya masuk ke dalam kelas, siswa disuruh membaca, mengerjakan tugas, dan guru keluar kelas mengobrol dengan guru lainnya.
Jika kita melihat guru honorer, apa yang mereka kerjakan dengan gaji yang mereka terima juga tidak sebanding. Gaji guru honorer di daerah Banten hanya 300-400ribu/perbulan. Untuk biaya transport saja mereka masih kurang, belum lagi untuk kebutuhan lainnya. Terlebih, guru honorer terkadang tidak diberikan gaji dengan tepat waktu, contohnya di pelosok Banten, disana guru honorer mendapatkan gaji dari pemerintah setiap 3 bulan sekali. Entah lambatnya dana yang turun dari pemerintah pusat atau lambatnya turun dari pemerintah kabupaten/kota.

Full Day School

Full Day School
Menteri pendidikan indonesia  sedang mencanangkan Full Day School kepada sekolah – sekolah yang ada di Indonesia, mulai dari SD, SMP dan SMA. Hal ini dilakukan agar murid menghabiskan waktunya lebih lama disekolah, di mulai dari jam 7 pagi sampai dengan jam 3 sore ini berlaku hari senin sampai dengan jumat, sedangkan sabtu dan minggu diliburkan. Selain itu full day school diharapkan bisa membuat anak anak menjadi lebih pintar dalam segala aspek, karena waktu yang mereka habiskan hanya disekolah. Tapi apakah full day school jadi alternatif untuk meningkatkan pendidikan di Indonesia ? apakah full day school bisa menjadikan anak lebih pintar dan menguasai segala bidang ? belum tentu.
Sebenarnya full day school terlalu mencekik bagi anak – anak, selain waktu mereka terlalu banyak disekolah, dirumahpun mereka mengerjakan pekerjaan rumah atau PR yang diberikan gurunya dan untuk dikumpulkan keesokan paginya atau dihari selanjutnya. Hal ini akan membuat otak bekerja terus – menerus, dan ini sebenernya tidak menjamin anak itu akan menjadi cerdas, malah akan membuat anak semakin depresi, karena tekanan dari banyakannya pelajaran yang mereka peroleh setiap harinya, pekerjaan rumah dan ulangan harian yang biasanya dilakukakn mendadak oleh beberapa guru. Mengapa di Indonesia tidak bisa mencontoh negara maju lainnya dalam hal pendidikan, yang tidak menguras waktu anak – anak namun mereka bisa mencetak anak – anak yang cerdas.
Banyak negara maju yang mempunyai sisetm pendidikan yang berbeda, tidak harus memakai full day school namun anak – anak yang mereka miliki, punya kemampuan yang cukup cerdas. Kenapa harsu selalu berhubungan dengan materi atau teori ? padahal dalam dunia kerja, kadang itu semua tidak dipakai. Yang mereka butuhkan adalah skill atau kemampuan yang mereka punya. Seharusnya di indonesia menerapkan sistem pendidikan yang mengarah untuk mengasah kekampuan yang anak – anak miliki dari usia dini. 

Antara Dominasi dan Fasilitasi Guru dalam Proses Belajar Mengajar

Antara Dominasi dan Fasilitasi Guru dalam Proses Belajar Mengajar
        Guru memiliki peran yang amat sangat penting dalam proses belajar mengajar. Peran antaralain sebagai fasilitator untuk siswa. Sebagai fasilitator, guru dituntut untuk bisa memberikan pembelajaran yang dapat membuat siswa menjadi mandiri dan kreatif. Namun, pada kenyataannya guru masih mendominasi sehingga tidak memberikan ruang yang banyak untuk siswa agar mereka dapat berkreatifitas.
       Sebagai contoh, di dalam kurikulum 2013 menuntut siswa untuk berperan aktif dalam proses belajar mengajar, namun masih saja ditemukan guru yang lebih aktif di kelas. Siswa hanya duduk mendengarkan materi di kelas dan menjawab pertanyaan yang diberikan.
       Dominasi guru ini mungkin didasarkan karena anggapan bahwa guru dalam segalanya di dalam kelas. Siswa hanya menerima apa yang guru berikan kepadanya. Padahal ini salah besar, sebagai seorang fasilitator seharusnya guru yang memfasilitasi segala proses belajar mengajar. Guru dapat membebaskan siswa untuk belajar mandiri dari berbagai sumber,sehingga siswa menjadi lebih kreatif namun masih tetap dalam pengawasan.

Anak Pejabat vs Anak Petani

Anak Pejabat VS Anak Petani
Anak merupakan titipan dari Allah, yang sejatinya anak ada yang dilahirkan dari keluarga berada (anak pejabat) ataupun biasa-biasa saja (anak petani). Tentu hal ini akan terjadi pada sekolah-sekolah lain, dimana anak tersebut bersekolah pada sekolah yang sama, kelas yang sama, tetapi perilaku yang berbeda-beda.
      Anak seorang pejabat cenderung sombong, angkuh, padahal kemampuan belajarnya di bawah rata-rata. Pada hal ini, anak terlalu dimanja dengan fasilitas-fasilitas yang ada.
Sedangkan anak petani/keluarga yang biasa-biasa saja, justru cenderung lebih pintar dan cerdas. Hal ini karena faktor keluarga yang menanamkan dan mengutamakan/memprioritaskan belajar anak dengan sungguh-sungguh, agar kelak tidak seperti orangtuanya.
Peran orang tua selalu menjadi beban pada guru-guru, terutama di lingkungan sekolah. Orang kaya (pejabat) selalu aktif mengunjungi sekolah anaknya dengan harapan seorang guru lebih akrab dengan dirinya. Hal ini yang memicu guru selalu terbebani, karena guru harus fokus memperhatikan anaknya.
Hal lain yang membuat guru merasa terbebani adalah ketika anak tersebut menghadapi kenaikan kelas. Orang tua anak tersebut seringkali memohon agar anaknya naik kelas. Namun, hal tersebut tidaklah adil untuk anak-anak yang lain. Guru tetaplah guru, profesi guru menjadi tantangan yang harus dikedepankan dengan nilai-nilai pendidikan. Tugas guru adalah mencerdaskan anak bangsa, berkeadilan, dan tanpa pandang bulu. Dari mana, siapa, dan bagaimana peranan orag tuanya tetaplah guru yang harus professional dalam menentukan sikap dan keprofesiannya.

Guru yang Membosankan Membuat Siswa Malas Belajar

Guru yang Membosankan Membuat Siswa Malas Belajar

            Salah satu faktor yang sangat besar peranannya dalam membangkitkan motivasi siswa untuk belajar adalah dengan membangun suaana kelas yang sejuk dan menyenangkan. Dalam hal ini, sikap guru sangat menentukan terciptanya suasana belajar di kelas.
           Cara guru  mengajar, gaya berbicara, perilaku guru dikelas haruslah berkesinambungan, tidak hanya pembelajaran yang monoton. Murid mendengarkan guru yang sedang menjelaskan, lalu menyuruh menulis di buku, selesai, dan istirahat/ganti dengan pembelajaran yang lain. Itulah factor yang membosankan, tanpa adanya unsur PAIKEM.
   Sikap guru yang seperti ini yang harus diubah, sikap guru seharusnya perhatian terhadap anak, murah senyum, tidak mudah marah, menghormati murid, memiliki sense of humor, menghargai setiap kebutuhan siswa, sabar, dan bersuara lembut adalah modal yang sangat baik dan perlu diterapkan untuk menjaga suasana kelas yang kondusif dan menyenangkan.
            Faktor-faktor yang  harus dihindari oleh guru adalah mudah marah, suka membentak, mudah menyalahkan murid, dan lain sebagainya. Jika hal ini disadari betul oleh setiap guru dan menghindarinya dalam pembelajara, niscaya pembelajaran akan lebih disukai oleh siswa dan mereka tidak akan merasa bosan, apalagi menjadi malas belajar. Karena jika gurunya membosankan, maka siswa pun akan merasa malas untuk mengikuti pelajaran yang ada. Hal ini merupakan cerminan dari kepribadian guru yang harus dimiliki oleh setiap guru yang bermutu.

Uang yang Lebih Berbicara

Uang yang Lebih Berbicara
Pendidikan adalah salah satu jalan menuju kesuksesan. Kadang pendidikan pun dianggap sebagai tolak ukur berhasil atau tidaknya seseorang mencapai apa yang diinginkan. Semakin tinggi pendidikan maka semakin tinggi juga kesempatan untuk memeperoleh apa yang diinginkan dan di cita citakan. Karena pendidikan dijadikan tolak ukur untuk mencapai keberhasilan, banyak cara dilakukan agar bisa mewujudkannya. Selain dari segi seberapa tinggi pendidikan yang dia ikuti, faktor sekolah atau perguruan tinggi juga menjadi tolak ukur keberhasilan seseorang. Pada zaman era globalisasi ini banyak perusahaan yang hanya menerima pegawainnya dari perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi yang akreditasinya sangat bagus.
Hal ini mengacu pada para orang tua untuk memasukan anaknya kedalam sekolah atau perguruan tinggi yang akreditasinya sangat bagus. Namun begitu sulitnya masuk ke dalam sekolah atau perguruan tinggi, ini membuat banyak anak – anak yang gagal. Namun kegagalan para anak – anak ini dimanfaatkan oleh pihak – pihak dari dalam sekolah atau perguruan tinggi. Biasanya ketika mereka yang sudah tidak lolos tapi tetap ingin menjadi murid atau mahasiswa di tempat tersebut, berbagai macam cara mereka lakukan, salah satunya dengan cara membayar pihak – pihak yang ada didalamnya atau biasa disebut dengan kata menyogok. Ini menjadi permainan pihak – pihak terkait untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Terkadang pihak tersebut menyebutkan angka yang cukup besar agar anak itu bisa masuk kedalam sekolah atau perguruan tinggi yang diinginkannya, malah biasanya terjadi pelelangan kursi, ini sudah lama terjadi di Indonesia dan memang cukup banyak. Namun seberapa banyakpun uang yang dikeluarkan jika itu menjamin masa depannya, pasti akan orang tua keluarkan, hanya saja caranya yang salah.
Begitu pentingnya pendidikan sampai–sampai ada yang rela mengeluarkan uangnya untuk membayar kepada pihak terkait agar anak–anaknya bisa mengenyam pendidikan semaksimal mungkin. Hanya saja apa yang dilakukan salah dan ini perilaku yang tidak boleh dicontoh untuk generasi generasi selanjutnya. 

Pentingnya Mengetahui Karakteristik Tes yang Baik

Pentingnya Mengetahui Karakteristik Tes yang Baik

            Indonesia merupakan negara dengan peringkat pendidikan ke-108 ditingkat dunia. Sebagai negara berkembang, tentunya ini menjadi “PR” bagi kementerian pendidikan dan kebudayaan agar dapat mengejar ketertinggalan tersebut. Oleh karena itu, dilakukan berbagai upaya yang dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia adalah dengan meningkatkan mutu atau kualitas soal yang diberikan guru kepada siswa. Sebagai contoh, guru memberikan soal atau tes yang bervariasi kepada siswa dengan harapan siswa dapat terbiasa untuk mengerjakan bentuk soal yang tidak monoton. Selain itu, tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia sendiri.
          Jika dilihat secara kasat mata, mungkin upaya yang dilakukan oleh guru ataupun tenaga pendidik tersebut dikatakan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Sayangnya, soal yang bervariasi saja tidak cukup untuk dijadikan upaya meningkatkan mutu pendidikan. Ada beberapa karakteristik yang harus dipahami dalam membuat soal atau tes yang baik antara lain validitas, reliabilitas, praktikabilitas. Ketiganya berkaitan satu sama lain dan menjadi indikator apakah soal yang dibuat oleh guru atau tenaga pendidik tersebut sudah baik atau belum. Dalam beberapa kasus, beberapa guru atau tenaga pendidik berasumsi bahwa soal yang mereka buat termasuk kedalam soal atau tes yang baik. Asumsi tersebut berasal dari nilai siswa yang berada diatas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Padahal, asumsi ini tidak dapat dijadikan acuan yang mutlak untuk mengetahui apakah tes tersebut sudah baik atau belum. Kasus lainnya adalah soal yang berikan guru tidak sesuai dengan apa yang diajarkan guru dikelas. Tentu ini menyulitkan bagi siswa karena mereka belum mengetahui materi tersebut. Oleh karena itu, untuk mengetahuinya soal atau tes yang diberikan sudah baik atau belum, maka diperlukan analisis mendalam baik bersumber dari jawaban siswa, kesesuaian soal dengan silabus, tampilan soal, proses pelaksanaan tes, dan lain sebagainya yang mesti diketahui oleh guru atau tenaga pendidik.
         Minimnya pengetahuan akan karakteristik tes yang baik ini dapat menghambat upaya pemerintah dalam meningkatkan mutu pendidikan. Oleh karena itu, guru atau tenaga pendidikan harus mengetahui apa itu validitas, reliabilitas ataupun praktikabilitas. Validitas adalah kesesuaian tes dengan apa yang akan diukur. Dengan adanya validitas guru atau tenaga pendidik dapat memilih atau membuat soal yang sesuai dengan apa yang akan dinilai dari siswa baik itu dari isi soal dengan silabus, tampilan soal, ataupun prediksi soal yang telah dibuat dimasa mendatang. Sedangkan reliabilitas adalah keajegan pengukuran dari waktu kewaktu. Soal dikatakan reliabel apabila hasil dari pengukuran jawaban siswa konsisten meskipun soal yang diberikan diwaktu yang berbeda dengan objek yang sama. Dan soal yang baik adalah soal yang dapat dilaksanakan dengan mudah penerapannya, praktikabilitas. Mudah disini menekankan kepada keefesienan dan keefektifan soal tersebut baik dalam waktu, uang, bentuk soal, dan sistem penyekorannya. Dengan adanya ini, guru ataupun tenaga pendidik harus memperhatikan karakteristik tes yang baik, sehingga soal yang dihasilkan akan baik sesuai dengan apa yang diharapkan dan dapat meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia.

Perlunya Memotivasi Anak Untuk Rajin Datang Ke Sekolah

Perlunya Memotivasi Anak Untuk Rajin Datang Ke Sekolah
        Adanya motivasi anak untuk datang ke sekolah merupakan hal yang sering terjadi pada anak SD, dikarenakan setiap murid memiliki karakteristik yang berbeda-beda, baik pribadi maupun perilakunya. Keragaman perilaku ini mengandung implikasi/perlunya data dan pemahaman setiap guru untuk mengenal perilaku masing-masing anak didiknya.
    Menurut Piaget (1896-1980) anak adalah seorang yang aktif, membentuk/menyusun pengetahuan mereka sendiri kemudian tumbuh secara kognitif terhadap pemikiran-pemikiran yang logis.
Murid datang ke sekolah dengan harapan agar bisa mengikuti pelajaran dengan baik, tetapi tidak selamanya demikian.
     Adapun berbagai masalah yang dihadapi bersumber dari :
  1. Adanya kemampuan anak yang rendah, sehingga malas untuk belajar
  2. Adanya latar belakang orang tua yang kurang mendukung
Adapun cara yang bisa guru lakukan, untuk mengatasi anak yang malas datang ke sekolah, sebagai berikut :
1)      Buatlah suasana pembelajaran menjadi menyenangkan
2)      Memberikan reward atau pujian kepada anak jika mau datang ke sekolah
3)      Bersikap ramah dan memahami psikologi anak
Tentunya banyak penyebab lain yang mungkin sangat jelas perbedaannya pada siswa lain untuk itu peran guru dan orang tua sangatlah penting untuk memotivasi anak untuk datang ke sekolah.

Rokok menjadi Gaya Hidup Pelajar

Rokok menjadi Gaya Hidup Pelajar
          Saya sering melihat atau bahkan diantara kalian juga sering melihat, nampaknya sudah tak asing lagi dengan tulisan “Merokok dapat menyebabkan kanker, serangan jantung, impotensi, gangguan kehamilan dan janin”. Tulisan tersebut adalah sebuah peringatan yang terdapat pada bungkus rokok. Namun, bagi pecandu rokok, sepertinya kalimat tersebut tidak begitu penting, sehingga mereka menghiraukan begitu saja dan tetap melanjutkan kebiasaan merokoknya. Pengguna rokok pada saat ini bukan hanya orang dewasa, remaja pun banyak yang sudah kecanduan rokok.
Merokok adalah membakar tembakau yang telah dilinting dengan kertas, lalu menghisap asapnya. Rokok sudah menjadi makanan sehari-hari dikalangan anak remaja, dikarenakan rokok seperti sumber ketenangan, rokok juga menjadi gaya hidup dikalangan pelajar.
Saya pernah mewawancarai salah satu teman saya yang sangat pecandu rokok, ia mengatakan “kalau ga ngerokok ga enak, mulut kerasa kecut, abis makan tuh enaknya ngerokok apalagi ditemani dengan secangkir kopi”. Padahal, ia tahu bahaya rokok, akan tetapi karena ia sudah kecanduan rokok, untuk tidak merokok lagi itu rasanya sulit. Sebetulnya berhenti merokok itu mudah, jika didasari dengan niat. Karena jika hanya dengan ucapan, tanpa niat dan perbuatan, maka tidak akan ada hasilnya.
           Kebiasaan merokok telah menjadi budaya di berbagai bangsa di belahan dunia. Dengan berbagai alasan orang merokok, di kalangan remaja merokok adalah faktor gengsi, gaya hidup, dan agar disebut “jagoan”, karena jika tidak merokok maka akan dijuluki banci. Inilah yang menjadi penyebab banyaknya pelajar yang memandang rokok sebagai gaya hidupnya. Bahkan, ada satu pepatah menarik yang digunakan sebagai pembenar atas kebiasaan merokok yaitu “ada ayam jago di atas genteng, tidak merokok tidak ganteng”.
Masa remaja yaitu masa di mana terjadinya kelabilan jiwa karena telah memasuki fase dari anak-anak menuju fase dewasa. Fenomena merokok dikalangan remaja sudah tidak asing dilihat lagi. Dalam pikiran remaja, rokok merupakan lambang kedewasaan. Sebagai seorang remaja mereka menggunakan berbagai cara agar terlihat dewasa. Seperti halnya, remaja ingin mencoba melakukan apa yang sering dilakukan oleh orang dewasa, dengan sembunyi-sembunyi remaja pria mencoba merokok karena seringkali mereka melihat orang dewasa melakukannya. Mereka merokok juga karena faktor lain, yaitu karna faktor solidaritas kelompok, dan mau tidak mau mereka juga harus mengikuti apa yang dilakukan oleh teman sekelompoknya.
Ada beberapa faktor yang mendorong remaja untuk merokok, diantaranya yaitu :
1.      Faktor orang tua dan keluarga
Anak-anak yang memiliki orang tua perokok, lebih rentan terpengaruh dan mencontoh perilaku orang tuanya.
2.      Faktor teman
Banyak fakta yang membuktikan, apabila remaja merokok, kemungkinan besar teman-temannya juga perokok.
3.      Faktor kepribadian
Ada orang yang merokok karena alasan hanya ingin tahu, dan hanya untuk mengusir rasa bosan.
4.      Faktor iklan
Iklan-iklan di media, memberikan gambaran bahwa rokok adalah lambang kejantanan (laki banget). Sehingga memicu remaja untuk berperilaku seperti yang dicontohkan di iklan tersebut.
5.      Faktor ekonomis
Harga rokok yang sangat terjangkau, membuat remaja mudah untuk mencicipi rokok, begitu rokok menjadi bagian hidupnya maka ia akan terus membeli rokok dan menajdi perokok berat.

            Ada berbagai upaya untuk mengatasi kebiasaan merokok, namun semuanya balik lagi ke niat diri masing-masing, siap atau tidaknya menghilangkan kebiasaan merokok.

Bolos Sekolah



Bolos Sekolah


   Membolos adalah perilaku siswa yang tidak masuk sekolah atau tidak mengikuti pelajaran tanpa alasan atau dengan alasan yang tidak bisa dipertanggung jawabkan. Membolos merupakan perilaku yang menyimpang. Di kalangan pelajar, perilaku membolos sudah sangat popular, mulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Atas.
    Banyak faktor yang menyebabkan siswa membolos sekolah, diantaranya yaitu, factor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang ada pada diri siswa itu sendiri, dan faktor eksternal adalah faktor dari luar diri siswa itu sendiri.
Contoh faktor internal yaitu, ketidakmampuan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah. Misalkan di hari Kamis ada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam, guru PAI menugaskan siswanya untuk menghafalkan 10surah yang ada di juz 30. Karena siswa ini tidak mampu menghafal 10 surah yang ada di juz 30 dengan cepat, maka ia memutuskan untuk tidak sekolah dan lebih memilih bermain di warnet atau hanya berdiam diri di rumah saja.
Lalu yang kedua adalah faktor eksternal, contohnya yaitu masih banyak orang tua yang menyuruh anaknya untu membantu mencari nafkah. Ada juga orang tua yang menyuruh anaknya untuk tidak sekolah, dikarenakan alasan sakit, misalnya adiknya sedang sakit, dan orang tua harus pergi bekerja, maka yang menjaga adiknya tersebut adalah kakaknya yang terpaksa tidak masuk sekolah.
    Peran Bimbingan Konseling (BK) sangatlah penting sebagai sarana untuk mencari solusi, fungsi BK cukup efisien. Melalui pendekatan personal, harapannya siswa dapat lebih terbuka dengan pemasalahannya, sehingga pembimbing dapat memahami dan mendapat gambaran secara jelas apa yang sedang dihadapi siswa. Oleh karena itu, penanganan terhadap siswa yang suka membolos menjadi perhatian yang sangat serius. Karena jika hal ini tetap dibiarkan, maka akan menimbulkan dampak yang lebih parah. Penanganan ini harus dilakukan oleh pihak sekolah dan orang tua siswa. Jadi, komunikasi antara pihak sekolah dengan pihak keluarga menjadi sangat penting dalam pemecahan masalah siswa tersebut.

Cinta Jangan Ganggu Aku

Cinta Jangan Ganggu Aku


     Siapa sih yang tidak tahu cinta? Hampir semua remaja tahu apa itu cinta. Terlebih remaja zaman sekarang banyak yang sudah mengerti bagaimana rasanya mencintai dan dicintai. Pada saat ini, banyak anak muda yang lebih mementingkan cinta dari pada pendidikan. Kita dapat mengambil contoh, kita lebih banyak meluangkan waktu untuk chattingan atau telfonan bersama seseorang yang dekat dengan kita (pacar), dari pada belajar. 
    Jika chattingan dan telfonan dengan teman dekat kita (pacar) selama berjam-jam kita bisa kuat untuk tidak tidur, sampai larut malampun kita masih sibuk dengan gadget kita. karena memang rasa ngantuk terkadang hilang. Berbeda situasinya jika kita belajar, 1-2 jam saja terkadang sangat terasa sekali ngantuknya, dan rasanya ingin cepat-cepat memejamkan mata. Namun, saat buku ditutup dan melihat disitu ada hp, mata akan kembali segar. Mengapa seperti itu? Mengapa hp begitu menggoda? Jawabannya ada pada diri masing-masing.
    Sebaiknya, saat belajar matikan smartphone kalian, jadi saat hp berbunyi, entah notifikasi dari bbm, line, wa, instagram, sms, telfon, dll, kalian tidak langsung mencari hp dan memainkan hp, walau hanya sekedar untuk melihat notifikasi dari siapa. Karena jika hp dinyalakan, disaat kalian belajar, maka itu akan membuat terganggu, apalagi jika hpnya berada di dekat kalian. Apalagi jika ada notifikasi dari sang pujaan hati, maka itu akan memperkuat ketertarikan hp untuk dimainkan.
    Kita juga harus bisa menyeimbangkan antara cinta dan pendidikan. Idealnya, kehadiran sang pujaan hati akan menjadi suatu penyemangat dalam mengejar cita-cita. jika kehadiran sang kekasih membawa perubahan ke arah yang baik, maka cinta yang dialami adalah cinta yang positif. Cinta semacam ini sudah sepantasnya untuk diteruskan. Mengerjakan tugas bersama dengan sang pujaan hati, bertukar pikiran seputar permasalahan pembelajaran di sekolah serta saling menyemangati untuk menjadi yang terbaik. 
    Jangan sampai perasaan yang amat istimewa itu justru menjauhkan dari yang namanya prestasi. Karena jika keadaannya seperti ini barangkali jalur cinta yang dilalui berada pada jalur cinta yang salah. Jika cinta sudah berada pada jalur salah, maka katakan “cinta jangan ganggu aku”.
   Jika melihat pergaulan remaja pada zaman sekarang, penanaman ilmu dari keluarga sudah sepantasnya diterapkan oleh orang tua. Sebagai orang tua juga harus bijak melihat dan memperhatikan perkembangan remaja. Ketika anak sudah mengenal cinta di bangku sekolah, biarkan mereka menikmati rasa tersebut. Namun ada batasan-batasan yang harus diberikan.

Mahalnya Biaya untuk Mengejar Cita-Cita

Mahalnya Biaya untuk Mengejar Cita-Cita
Pada setiap negara, pendidikan merupakan komponen penting dalam kehidupan. Dalam hal ini pendidikan berperan untuk menyiapkan sumber daya manusia yang kompeten. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan langkah langkah utama seperti membimbing peserta didik untuk menyiapkan generasi penerus sehingga dapat mengembangkan potensi sumber daya manusia yang ada secara optimal. Hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang sistem Pendidikan Nasional Pasal 3 bahwa Pendidikan Nasional bertujuan mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan peka terhadap tantangan zaman. Tujuan pendidikan merupakan tujuan yang hendak dicapai melalui upaya pendidikan secara komprehensif.
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi semua orang pada era ini. Berbicara tentang pendidikan di Indonesia, tidak akan lepas dari masalah biaya pendidikan. Biaya pendidikan yang melambung tinggi membuat anak-anak yang keadaan perekonomian nya kurang baik memiliki nasib yang kurang beruntung dikarenakan mereka harus putus sekolah dan bekerja untuk membantu pekerjaan orangtua. Hal ini adalah masalah besar yang dihadapi Indonesia, karena dengan adanya krisis pendidikan yang semakin merajalela ini akan membuat Indonesia semakin di remehkan oleh Negara-negara lain.
Studi Kependudukan dan Kebijakan Universitas Gadjah Mada, mengumumkan hasil penelitian Hasil Bantuan Siswa Miskin Endline di Sumatera Utara, Jawa Barat, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi Selatan. Ada temuan menarik, sebanyak 47,3 persen responden menjawab tidak bersekolah lagi karena masalah biaya, kemudian 31 persen karena ingin membantu orang tua dengan bekerja, serta 9,4 persen karena ingin melanjutkan pendidikan nonformal seperti pesantren atau mengambil kursus keterampilan lainnya.
Mereka yang tidak dapat melanjutkan sekolah ini sebagian besar berijazah terakhir sekolah dasar (42,1 persen) maupun tidak memiliki ijazah (30,7 persen). Meski demikian, rencana untuk menyekolahkan anak ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi ternyata cukup besar, yakni 93,9 persen. Hanya 6,1 persen yang menyatakan tidak memiliki rencana untuk itu.

Banyaknya anak yang tidak bersekolah akan membuat SDM (Sumber Daya Manusia) di Indonesia semakin tertinggal jauh kualitasnya dengan Negara-negara maju lainnya, apalagi dengan dibukanya program Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), membuat kita khususnya warga Indonesia harus bisa bersaing dengan para tenaga kerja dari luar.
Di Indonesia pendidikan juga sudah diperhatikan sejak dulu oleh pemerintah. Seperti contohnya pemerintah mengharuskan warganya untuk berpendidikan minimal hingga tingkat SMA. Hal ini meningkat dibandingkan 2 tahun sebelumnya yang hanya mewajibkan wajar 9 tahun (sampai SMP).
Pemerintah mewajibkan berpendidikan minimal hingga tingkat SMA, tetapi kenyataannya sekarang ini mencari pekerjaan, lebih banyak bersyaratkan minimal lulus S1. Setiap orang, setelah tamat  jenjang pendidikan SMA, tentunya menaruh harapan besar untuk dapat melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi. Ini karena pendidikan tinggi dapat menjadi modal dan “penyelamat” di masa depan. Tetapi, ada penghalang yang menyebabkan banyaknya anak-anak di Indonesia yang tidak bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu karena mahalnya biaya pendidikan.
Biaya pendidikan yang semakin mahal, tidak sebanding dengan kondisi pendidikan yang terjadi pada saat sekarang. Seperti misalnya dalam hal fasilitas pendidikan. Jika kita melihat kondisi pada saat ini, kondisi pendidikan Indonesia masih saja memprihatinkan atau kurang perhatian dari pihak pemerintah. Terutama mengenai fasilitas pendidikan di daerah-daerah yang kurang terlihat, baik sarana ataupun prasarana pendidikan. Masih saja terdengar kabar, bahwa masih adanya bangunan sekolah yang merupakan tempat paling utama untuk anak-anak mencari ilmu itu tidak layak untuk digunakan.
Lalu bagaimana dengan nasib mereka yang tidak mampu dan hanya dapat menempuh hingga jenjang SMA tersebut. Apakah pemerintah berfikir sejauh itu untuk mencerdaskan anak bangsa. Karna faktanya biaya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi tidaklah murah. Bahkan biayanya terus melambung tinggi dari tahun ke tahun. Perlu perencanaan budget matang dan upaya keras untuk menabung jika ingin pendidikan terus berlanjut. Hal ini disebabkan karna Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia tidak diberi subsidi dana dari pemerintah pusat. Jadi seluruh Perguruan Tinggi Negeri dituntut untuk memperoleh sekaligus membiayai dirinya sendiri. Dengan hal inilah, biaya kuliah di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia pada umumnya mengalami kenaikan dan kenaikannya dapat dirasa cukup besar. 
Apabila kita merujuk pada peraturan-peraturan tentang Perguruan Tinggi, misalnya pada Pasal 88 UU Pendidikan Tinggi yang secara tegas menyebutkan bahwa ‘‘biaya yang ditanggung mahasiswa harus disesuaikan dengan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.’’ Namun pada kenyataannya, banyak mahasiswa yang baru masuk pada tahun akademik 2016/2017 memperolah beban biaya kuliah yang tidak sesuai dan dirasa memberatkan masing-masing mahasiswa. 
Apakah pemerintah harus tetap memberikan subsidi biaya untuk Pendidikan Tinggi agar beban biaya tidak terlalu memberatkan para mahasiswa? Jawabannya adalah Ya. Karena mengapa, apabila kita rujuk kembali pada Pasal 88 UU Pendidikan Tinggi, beban biaya Perguruan Tinggi saat ini memang sama sekali tidak sesuai dengan aturan, dan dari pihak Perguruan Tinggi pun memberikan biaya kepada mahasiswa tidak sesuai dengan kemampuan masing-masing mahasiswa.
Mungkin yang menyebabkan mahalnya biaya Perguruan Tinggi adalah rendahnya anggaran untuk pendidikan, yaitu hanya 20% dari APBN. Dan apabila dirasakan setiap pergantian pejabat atau penguasa negara, regulasi pendidikan di Indonesia selalu berubah-ubah, baik dari segi fundamentalnya maupun sistem-sistemnya. Perubahan perubahan inilah yang memperlambat kemajuan pendidikan di Indonesia, karena untuk membangun sebuah sistem pendidikan yang baik, ialah dengan menanam perlahan pada awal dan membuat master plan jangka panjang, dan tentunya dilaksanakan dengan baik.
Sebetulnya pemerintah Indonesia sudah berusaha untuk meningkatkan mutu pendidikan dengan berbagai kebijakan yang dibuat, tetapi hal tersebut belum juga mampu meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Meskipun belum mampu meningkat dengan baik, tetapi sedikit demi sedikit mutu pendidikan di Indonesia akan meningkat jika pemerintah menjalankan kebijakan dengan sebenar-benar nya dan seserius mungkin tanpa ada penyimpangan.

Dana BOS ini untuk siapa?



Dana BOS ini Untuk Siapa?
  Meningkatnya kebutuhan dalam pendidikan, mendorong pemerintah Indonesia menyalurkan berbagai bantuan demi kelangsungan pendidikan di Indonesia, salah satunya adalah dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana BOS diperuntukkan bagi setiap sekolah, mulai dari SD-SMA, tujuannya adalah untuk membebaskan pungutan bagi seluruh peserta didik dalam bentuk apapun, bagi peserta didik di sekolah negeri. Dan membantu meringankan beban biaya pendidikan peserta didik, bagi peserta didik di sekolah swasta, demi tuntasnya wajib belajar 12 tahun.
    Namun, adanya dana BOS bukan berarti permasalahan pendidikan telah usai. masalah baru pun muncul, salah satunya adalah penyelewengan dana-dana atau bantuan untuk peserta didik, termasuk dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Seharusnya, dengan hadirnya dana BOS, membawa pengaruh baik terhadap pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, masih banyak oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab yang mensalahgunakan dana BOS tersebut untuk kepentingan yang kurang jelas bahkan untuk kepentingan pribadi masing-masing.
    Dana BOS yang seharusnya sudah di tangan pihak sekolah, akan tetapi singgah kesana kemari entah kemana uang BOS itu. Padahal dana BOS sangat membantu terhadap majunya pendidikan di Indonesia. Akan tetapi, tidak semua dana BOS disalahgunakan oleh pemerintah yang ada di pusat, kabupaten maupun kota. Seperti halnya pejabat di sekolah (Kepala Sekolah). masih ada saja Kepala Sekolah yang tidak bertanggung jawab, yang menggunakan dana BOS untuk kepentingan pribadinya.
     Jadi, dana BOS ini untuk siapa?

Pengaruh Tontonan pada Anak Usia Dini

Pengaruh Tontonan pada Anak Usia Dini

Mengingat di zaman dewasa ini semakin banyaknya film – film yang mencerminkan prilaku-prilaku yang kurang baik yang dapat mempengaruhi sikap ataupun prilaku anak usia dini, seperti halnya dapat kita lihat pada film-film sinetron, telenovela ataupun drama yang menceritakan tentang percintaan, kekerasan dan kecurangan, sehingga dapat membahayakan sikap dan prilaku generasi bangsa.
Hasil survei yang diumumkan itu menyebutkan hasil nilai rata-rata indeks kualitas program acara televisi dari 45 program acara dari 15 televisi berjaringan dengan nilai 3,25 atau di bawah standar baik yang diterapkan KPI, 4,0. Program Acara Religi:4,10; Program Acara Wisata: 4,09; Talkshow: 3,78; Program Acara Berita: 3,58; Program Acara Komedi:3,13, Program Acara Anak-anak:3,03; Program acara Variety Show:2,68; Program Acara Sinetron/FTV/Film: 2,51; Program Acara Infotainment:2,34. Sementara untuk siaran budaya dan religi yang dinilai masyarakat sebagai program berkualitas justru kehadirannya tidak sesering tiga program dengan indeks rendah tersebut. Hal ini memberikan kesimpulan bahwa program televisi cenderung mempertontonkan tayangan sensasional dan berkualitas rendah.
Peran serta masyarakat, keluarga dan guru sangatlah penting dalam menjaga, membimbing dan menasehati kepada anak-anak terutama anak usia dini. Pentingnya pemberian pendidikan guna bekal dan membentuk karakter, akhlak dan aqidah yang lebih baik bagi generasi penerus bangsa.

Bangun Minat Menulis pada Anak


Bangun Minat Menulis pada Anak
    Menulis dapat diartikan sebagai menuangkan ide atau gagasan yang ada di pikiran kita. Menulis merupakan kegiatan yang sering dilakukan oleh manusia hampir setiap hari. Jika ada opini yang menyebutkan menulis itu adalah hal yang sulit, maka pernyataan tersebut salah. Pada dasarnya semua orang bisa menulis karena merupakan hal yang mudah. Hanya perlu dua syarat agar kita dapat membuat sebuah tulisan. Yang pertama adalah tidak buta aksara, apabila kita tidak mengenal huruf maka menyusun sebuah kalimat akan terasa sangat sulit. Yang kedua adalah membaca.
    Minat menulis tiap orang memang berbeda-beda, ada yang memang gemar menulis ada juga yang sangat malas untuk menulis. Banyak faktor yang memengaruhi minat seseorang untuk menulis, salah satu yang paling kuat yaitu kemauan orang tersebut. Banyak hal yang menyebabkan manusia malas untuk menulis, diantaranya yaitu banyaknya tugas dari sekolah, terlalu sibuk bermain, dan sibuk bermain gadget.
    Tradisi menulis di Indonesia masih sangat rendah. Jika minat membaca rendah, minat menulis bahkan lebih sangat rendah. Membaca dan menulis memiliki keterkaitan, bagaimana tidak, jika membaca untuk referensi dalam menulis, lalu bagimana bisa seseorang menulis tanpa membaca terlebih dahulu. Di zaman sekarang ini, menulis seakan-akan menjadi kegiatan yang membosankan bagi berbagai kalangan, termasuk siswa Sekolah Dasar.
    Siswa SD pada zaman modern ini, sudah banyak yang menggunakan smartphone. Inilah yang menyebabkan semakin berkurangnya minat siswa dalam menulis. Mereka lebih senang menulis di smartphone yang mereka miliki, dibandingkan menulis di buku. Bahkan, untuk menulis diary pun mungkin mereka tidak pernah. Karena mereka lebih senang menuangkan isi hatinya di sosial media dibandingkan harus menulis di diary. Selain itu, mereka juga lebih sibuk bermain bersama teman-temannya dan menghabiskan banyak waktu untuk bermain, dibandingkan untuk menulis.
    Dalam hal ini, peran guru dan orang tua sangat diperlukan. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa dunia anak adalah dunia bermain. Hal ini menegaskan bahwa, anak bisa diajarkan menulis dengan konteks hiburan. Seperti contohnya, anak diajarkan untuk menulis kreatif. Menulis kreatif bagi anak adalah menulis dalam konteks bermain dengan menulis, anak mendapatkan hiburan. Oleh karena itu, menulis bagi anak adalah mengungkapkan pengalaman-pengalaman menyenangkan yang pernah dialami melalui cerita, puisi, dan novel.
    Pengalaman-pengalaman berkesan inilah yang menjadikan anak untuk menulis kreatif, sehingga anak mengeksplorasi pengalaman-pengalamannya dalam bentuk tulisan. Dengan ini, minat menulis pada anak dapat meningkat.

Buka Jendela Dunia dengan Membaca

Buka Jendela Dunia dengan Membaca
            Membaca adalah suatu cara untuk mendapatkan informasi dari sesuatu yang ditulis. Membaca merupakan jendela dunia, karena dengan membaca maka manusia dapat mengetahui banyak hal yang tidak diketahuinya. Semakin banyak membaca dapat dipastikan seseorang akan semakin banyak tahu dan banyak bisa, artinya banyaknya pengetahuan seseorang akan membantu dirinya dalam melakukan banyak hal yang sebelumnya tidak dikuasainya, sehingga seseorang yang banyak membaca memiliki kualitas yang lebih dari orang yang sedikit membaca.
          Manfaat dari membaca itu sangat banyak, diantaranya dapat menambah wawasan, memperkaya kosa kata, dan lain sebagainya. Namun, di zaman modern ini, sangat sedikit peserta didik yang memiliki minat membaca yang tinggi.  Sehingga, berdampak pada kurangnya pengetahuan atau luasnya wawasan peserta didik akan suatu hal. Padahal, membaca merupakan kegiatan yang sangat penting dan banyak manfaatnya.
            Apabila peserta didik membaca tanpa mempunyai minat baca yang tinggi maka peserta didik tersebut tidak akan membaca dengan sepenuh hati. Begitu juga sebaliknya, jika peserta didik tersebut mempunyai minat baca yang tinggi, maka peserta didik tersebut akan membaca dengan sepenuh hati. Apabila peserta didik sudah terbiasa membaca buku terus menerus, maka akan timbullah minat baca yang tinggi. Jika minat baca peserta didik sudah tinggi, maka peserta didik tersebut mempunyai minat belajar yang tinggi pula. Peserta didik yang gemar membaca, maka akan mempunyai pengetahuan yang luas. Berbeda dengan peserta didik yang tidak gemar membaca, maka hanya mempunyai pengetahuan yang sangat sedikit atau sangat sempit.
            Di indonesia kebiasaan membaca belum terlalu terlihat. Kebiasaan membaca hanya menjadi perilaku sebagian kecil masyarakatnya, sehingga kemampuan membaca masyarakat indonesia menjadi rendah. Seperti pada zaman sekarang ini, bisa dilihat bahwa minat baca peserta didik yang rendah, membuat mutu pendidikan dan kualitas pendidikan juga semakin rendah. Kurangnya minat membaca dikalangan peserta didik, menyebabkan merosotnya kualitas lulusan peserta didik. Karena jika peserta didik malas membaca, otomatis peserta didik juga malas belajar.
            Untuk itu, peran orang tua juga dibutuhkan untuk mengajarkan anak sejak dini, agar mulai terbiasa untuk membaca, dimulai dari membaca dongeng, fabel, komik, novel, dll. Sehingga pada saat ia nanti membaca buku pelajaran, ia sudah mulai terbiasa mempunyai minat baca yang tinggi.
            Adapun faktor yang mempengaruhi rendahnya minat baca peserta didik sebagai berikut :
1) Terbatasnya sarana dan prasarana membaca, seperti ketersediaan perpustakaan dan buku-buku bacaan yang bervariasi.
2) Situasi pembelajaran yang kurang memotivasi siswa untuk mempelajari buku-buku tertentu di luar buku-buku paket.
3) Meningkatnya penggunaan teknologi informasi elektronik.
4) Banyaknya keluarga yang belum menanamkan tradisi wajib membaca.
Upaya-upaya yang dapat dilakukan untu meningkatkan minat baca peserta didik sebagai berikut :
1) Mengenalkan buku-buku bacaan yang menarik perhatian anak seperti buku cerita atau buku bergambar.
2) Membuatkan perpustakaan di rumah (perpustakaan keluarga).
3) Sering mengajak anak ke tempat pusat-pusat buku, seperti toko buku, perpustakaan, dan lain sebagainya.

Pembiayaan Pendidikan

Pembiayaan Pendidikan
Setiap organisasi pasti membutuhkan biaya, termasuk organisasi pendidikan. Mulai dari Taman Kanak-kanak sampai Perguruan Tinggi pasti membutuhkan biaya. Salah satu faktor yang memberikan pengaruh terhadap mutu dan kesesuaian pendidikan adalah anggaran pendidikan yang memadai. Masalah anggaran pendidikan ini akan menyangkut besarnya anggaran dan alokasi anggaran. Besarnya anggaran pendidikan di Indonesia tergolong sangat kecil. Namun, peningkatan anggaran pendidikan bukanlah perjuangan yang mudah karena menyangkut berbagai kepentingan politik. Dari anggaran yang sangat kecil itu timbul pertanyaan, apakah pemerintah benar-benar menempatkan investasi SDM pada prioritas utama dalam meningkatkan daya saing di era global? Namun, jika anggaran pendidikan berhasil ditingkatkan, pertanyaan kedua akan muncul, apakah kenaikan anggaran pendidikan yang tiba-tiba tidak akan melahirkan masalah yang buruk, terutama dilihat dari efisiensi penggunaannya?
        Sebagian besar anggaran pemerintah untuk sektor pendidikan diperuntukkan bagi sekolah-sekolah negeri, dan sebagian kecil adalah untuk subsidi bagi sekolah-sekolah atau perguruan tinggi swasta. Mengingat kemampuan yang masih terbatas, untuk mencapai proporsi, misalnya 5%, nampaknya masih diperlukan waktu yang cukup panjang. 
Agar peningkatan anggaran pendidikan memeiliki dampak positif terhadap pembentukan SDM perlu dilakukan dua hal berikut:
1) Pemerintah perlu melipatgandakan volume APBN itu sendiri, sehingga dengan prinsip alokasi yang berimbang antarsektor, akan dimungkinkan dapat tercapainya porsi yang 5% dari PDB.
2) Perlu peningkatan sistem perencanaan, pemrograman, dan manajemen pendidikan yang lebih efisien agar peningkatan anggaran berjalan searah dengan pendayagunaan anggaran yang lebih berdaya guna untuk peningkatan mutu pendidikan.

Masalah Pengelolaan Pendidikan

Masalah Pengelolaan Pendidikan
            Pengelolaan adalah komponen integral yang tidak dapat dipisahkan dari proses pendidikan secara keseluruhan. Pengelolaan pendidikan sebagai segala sesuatu yang berkenaan dengan pengelolaan proses pendidikan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan, baik tujuan jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
         Di masa depan, pendidikan menghadapi tantangan untuk memperbesar dan memperkuat otonomi pengelolaan pendidikan sejalan dengan adanya kecenderungan kebijaksanaan desentralisasi pada Dati II (Kabupaten/Kota) yang sampai saat ini masih akan terus dikaji oleh Pemerintah berdasarkan Undang-Undang No.22/1999. Sejalan dengan desentralisasi dan otonomi ini, restrukturisasi anggaran pendidikan di sekolah merupakan salah satu strategi terpenting untuk meningkatkan efisiensi pengelolaan yang pada gilirannya nanti akan memacu peningkatan mutu pendidikan secara berkelanjutan. Pembinaan kemampuan daerah untuk dapat mengelola pendidikan di daerah masing-masing merupakan prasyarat mutlak untuk perwujudan desentralisasi pengelolaan pendidikan.
         Pada periode yang akan datang, pembangunan pendidikan perlu ditekankan pada pemberdayaan kekuatan sendiri melalui partisipasi masyarakat yang harus semakin diperluas akan menjadi lebih memiliki daya tahan terhadap berbagai goncangan dan gejolak yang mungkin terjadi. Salah satu modal terpenting yang dapat meningkatkan daya tahan adalah mutu dan efisiensi pendidikan. Sistem pendidikan yang bermutu dan efisien adalah yang mampu menghasilkan lulusan baik yang memiliki kemampuan akademik maupun kemampuan profesional pada semua jenjang. Perluasan serta peningkatan mutu pendidikan politeknik dan sekolah kejuruan perlu dilanjutkan dengan menata kembali perencanaan yang lebih sesuai dengan kebutuhan pasar kerja, dengan menerapkan sistem standardisasi mutu profesi dan keahlian yang juga berorientasi ke pasar.
          Mutu dan efisiensi pendidikan akan ditentukan oleh berkembangnya upaya-upaya inovatif yang berlangsung secara terus-menerus untuk pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh semua tingkatan manajemen pendidikan, dari mulai tingkatan makro nasional, makro kabupaten/kota, sampai dengan tingkat mikro satuan pelaksana teknis pendidikan (sekolah atau lembaga pendidikan). Untuk itu maka peranan pengelola pada semua tingkatan manajemen dan pelaksanaan pendidikan harus mampu memerankan fungsinya sebagai pengambil keputusan yang inovatif untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing daerah atau pelaksana satuan pendidikan.